serial Novel yang diexpresikan Sekali isep, gadis yang Tuan impikan muncul di hadepan Tuan," begitu iklan berkalimat nakal yang bukan satu-satunya "kenakalan" dalam novel "Gadis Kretek".
Itu adalah iklan terbaik Idroes Moeria, pengusaha rokok yang pesaingnya; Djagad, selalu membututinya dalam berbisnis setelah kalah bersaing mendapatkan gadis bernama Roemaisa.
Bukan apa-apa, ketika Idroes Moeria mengajak pengisap rokok berfantasi tentang perempuan muda dan cantik, Djagad malah membuat iklan untuk rokok barunya dengan kalimat "Kretek Garwo Kulo, kreteknya lelaki yang cinta istrinya".
Garwo Kulo jatuh di pasaran, demikian novel itu, karena kretek tersebut justru mengingatkan para lelaki untuk selalu ingat akan istri di rumah yang mungkin jarang dandan, pakaiannya kedodoran, dan cerewet.
Kenakan yang tak murahan, tentu saja, karena cerita penulis kelahiran 1980 itu tampil jauh dari sebuah novel pop; banyak dirincian dengan latar belakang sosial, budaya, dan politik yang jauh di belakang masa hidup penulisnya.
Iklan di awal tulisan ini adalah bikinan seorang pengusaha rokok rumahan di sebuah kota bersebut M. Rokok laris itu akhirnya rontok setelah pengusahanya ditangkap dalam huru-hara di zaman PKI.
Puncak kenakalan sang penulis novel tersaji ketika dia bercerita soal keabu-abuan prahara 1965 yang membuat pengusaha rokok sukses, yang tidak ada sangkutpautnya dengan PKI, tiba-tiba harus diberangus.
Pengusaha rokok tenar itu ditangkap, disiksa, dan dinterogasi karena kemasan rokoknya berwarna merah; warna PKI, dan konsep undangan pernikahan anaknya ditemukan di sebuah percetakan yang kerap mencetak juga keperluan-keperluan PKI.
Cerita tragedi dan romantisme dalam novel itu sebenarnya bermula ketika seorang bernama Raja (baca: Raya) mengisap kretek hasil lintingan Jeng Yah.
Jeng Yah memiliki rahasia ramuan Kretek Gadis, yaitu rasa manis berkat air ludahnya yang dipakai untuk merekatkan lintingan pembungkus tembabau dan cengkeh. Tingwe, rokok yang dilinting sendiri, buatan Jeng Yah, membuat orang ketagihan.
Awalnya, ayahnya, pengusaha rokok ternama, yang ketagihan. Kemudian rekan-rekan bisnis yang diharapkan menjadi pemodal juga tertarik pada cita rasa rokok lintingan Jeng Yah. Juga sang kekasih.
Hubungan Jeng Yah dengan kekasihnya inilah yang kemudian menjadi sebuah romantisme tragis yang menjadi benang merah beragam cerita dalam novel ini.
Misteri hubungan dua manusia itu menjadi pertanyaan besar bagi sebuah keluarga pengusaha rokok ternama yang kesuksesannya meninggalkan Kretek Gadis yang hanya menjadi rokok kalangan tua di sebuah kota kecil. Misteri yang ingin dipecahkan oleh generasi ketiga pengusaha rokok kretek itu.
Pencarian Jeng Yah oleh kakak beradik ahli waris perusahaan rokok ternama itu membawa mereka bertualang ke dunia bisnis kretek, dari zaman kolonial Belanda, Jepang, hingga zaman PKI.
Bagai sebuah buku sejarah, novel itu juga bercerita tentang bagaimana popularitas rokok klembak memudar digantikan rokok kretek.
Pencarian itu juga memperlihatkan bahwa beragam rokok kretek "jago kandang" terus bertahan di tengah dominasi perusahaan rokok besar.
Kebertahanan itu juga sering terjadi bukan karena rokok lokal itu tetap memberi pengusahanya keuntungan, melainkan demi gengsi leluhur dan kepentingan pekerjanya.
Itu misalnya diwakili oleh kalimat: "Kalau pabrik ini mati, maka orang-orang ini akan nganggur, ndak bisa makan, ndak bisa nyekolahin nak-anaknya, mereka jatuh miskin. Kamu mau kejadian kayak gitu?
Tentu saja ini juga bagian kenakalan Gadis Kretek bila diingat bahwa bisnis rokok kini dihadapkan pada kenyataan bahwa: Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin. Padahal rokok kretek mulanya dibuat untuk membantu para penderita asma meringankan napasnya.
Kenakalan dalam novel karya Ratih Kumala, Gramedia Pustaka Utama, Maret 2012, ini juga sudah tampil lewat judul dan gambar sampulnya.
Sampul yang memajang gambar perempuan berkebaya hijau, dengan sebatang rokok menyala beserta asapnya yang mengepul, seolah mengajak orang di toko buku untuk segera mengambilnya serial Novel yang diexpresikan
Itu adalah iklan terbaik Idroes Moeria, pengusaha rokok yang pesaingnya; Djagad, selalu membututinya dalam berbisnis setelah kalah bersaing mendapatkan gadis bernama Roemaisa.
Bukan apa-apa, ketika Idroes Moeria mengajak pengisap rokok berfantasi tentang perempuan muda dan cantik, Djagad malah membuat iklan untuk rokok barunya dengan kalimat "Kretek Garwo Kulo, kreteknya lelaki yang cinta istrinya".
Garwo Kulo jatuh di pasaran, demikian novel itu, karena kretek tersebut justru mengingatkan para lelaki untuk selalu ingat akan istri di rumah yang mungkin jarang dandan, pakaiannya kedodoran, dan cerewet.
Kenakan yang tak murahan, tentu saja, karena cerita penulis kelahiran 1980 itu tampil jauh dari sebuah novel pop; banyak dirincian dengan latar belakang sosial, budaya, dan politik yang jauh di belakang masa hidup penulisnya.
Iklan di awal tulisan ini adalah bikinan seorang pengusaha rokok rumahan di sebuah kota bersebut M. Rokok laris itu akhirnya rontok setelah pengusahanya ditangkap dalam huru-hara di zaman PKI.
Puncak kenakalan sang penulis novel tersaji ketika dia bercerita soal keabu-abuan prahara 1965 yang membuat pengusaha rokok sukses, yang tidak ada sangkutpautnya dengan PKI, tiba-tiba harus diberangus.
Pengusaha rokok tenar itu ditangkap, disiksa, dan dinterogasi karena kemasan rokoknya berwarna merah; warna PKI, dan konsep undangan pernikahan anaknya ditemukan di sebuah percetakan yang kerap mencetak juga keperluan-keperluan PKI.
Cerita tragedi dan romantisme dalam novel itu sebenarnya bermula ketika seorang bernama Raja (baca: Raya) mengisap kretek hasil lintingan Jeng Yah.
Jeng Yah memiliki rahasia ramuan Kretek Gadis, yaitu rasa manis berkat air ludahnya yang dipakai untuk merekatkan lintingan pembungkus tembabau dan cengkeh. Tingwe, rokok yang dilinting sendiri, buatan Jeng Yah, membuat orang ketagihan.
Awalnya, ayahnya, pengusaha rokok ternama, yang ketagihan. Kemudian rekan-rekan bisnis yang diharapkan menjadi pemodal juga tertarik pada cita rasa rokok lintingan Jeng Yah. Juga sang kekasih.
Hubungan Jeng Yah dengan kekasihnya inilah yang kemudian menjadi sebuah romantisme tragis yang menjadi benang merah beragam cerita dalam novel ini.
Misteri hubungan dua manusia itu menjadi pertanyaan besar bagi sebuah keluarga pengusaha rokok ternama yang kesuksesannya meninggalkan Kretek Gadis yang hanya menjadi rokok kalangan tua di sebuah kota kecil. Misteri yang ingin dipecahkan oleh generasi ketiga pengusaha rokok kretek itu.
Pencarian Jeng Yah oleh kakak beradik ahli waris perusahaan rokok ternama itu membawa mereka bertualang ke dunia bisnis kretek, dari zaman kolonial Belanda, Jepang, hingga zaman PKI.
Bagai sebuah buku sejarah, novel itu juga bercerita tentang bagaimana popularitas rokok klembak memudar digantikan rokok kretek.
Pencarian itu juga memperlihatkan bahwa beragam rokok kretek "jago kandang" terus bertahan di tengah dominasi perusahaan rokok besar.
Kebertahanan itu juga sering terjadi bukan karena rokok lokal itu tetap memberi pengusahanya keuntungan, melainkan demi gengsi leluhur dan kepentingan pekerjanya.
Itu misalnya diwakili oleh kalimat: "Kalau pabrik ini mati, maka orang-orang ini akan nganggur, ndak bisa makan, ndak bisa nyekolahin nak-anaknya, mereka jatuh miskin. Kamu mau kejadian kayak gitu?
Tentu saja ini juga bagian kenakalan Gadis Kretek bila diingat bahwa bisnis rokok kini dihadapkan pada kenyataan bahwa: Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin. Padahal rokok kretek mulanya dibuat untuk membantu para penderita asma meringankan napasnya.
Kenakalan dalam novel karya Ratih Kumala, Gramedia Pustaka Utama, Maret 2012, ini juga sudah tampil lewat judul dan gambar sampulnya.
Sampul yang memajang gambar perempuan berkebaya hijau, dengan sebatang rokok menyala beserta asapnya yang mengepul, seolah mengajak orang di toko buku untuk segera mengambilnya serial Novel yang diexpresikan
15.54 | 0
komentar | Read More